Rabu, 31 Agustus 2016

Lights Out (2016)

Film horor pada umumnya tidak jauh-jauh dari unsur kegelapan. Karena pada dasarnya kegelapan itu sendiri mengandung rasa seram, ngeri, maupun tidak nyaman. Setiap orang memiliki presepsi yang beda-beda. Mungkin beberapa dari kita sewaktu kecil takut sama yang namanya kegelapan. Karena imajinasi yang tinggi pada waktu itu, seakan-akan kita merasa "diawasi" oleh sesosok yang bersembunyi dalam gelap. Fenomena ini akhirnya menjadi inspirasi bagi David F. Sandberg untuk membuat film pendek berjudul Lights Out. Karena mendapat apresiasi yang sangat luar biasa, James Wan tertarik untuk memproduserinya dan menjadikannya film panjang. Sandberg tetap menjadi sutradaranya.

Paul (Billy Burke) adalah pemilik suatu perusahaan tekstil. Suatu malam ia di temukan tewas dengan cara yang "tidak wajar". Mengetahui hal ini, istrinya - Sophie (Maria Bello) langsung menjadi depresi berat dan tidak memperdulikan sama sekali putranya - Martin (Gabriel Bateman). Merasa sang ibu mulai bertindak layaknya orang gila dan berbicara kepada "sosok" yang "tidak nampak", ia menghubungi kakaknya - Rebecca (Teresa Palmer). Segera sang kakak langsung membawa Martin ke apartemennya. Namun, sosok tersebut mengikuti kemanapun mereka pergi. Di bantu pacar Sophie - Bret (Alexander DiPersia), mereka berusaha mencari cara bagaimana menyingkirkan sosok itu selama-lamanya. Tentu bukan perkara yang mudah.
Film ini premisnya memang unik. Adegan di mana karakternya mematikan-menyalakan lampu itu sudah menjelaskan semuanya. Tak perlu berlama-lama, film ini langsung tancap gas menampilkan teror dari "sosok" itu. Setiap kehadirannya mampu memberikan aura kengerian. Horornya tampil efektif. Maksudnya, horor yang ada muncul sesuai kadar kebutuhan narasinya. Namanya juga film horor, jadi film ini punya berbagai jump scare di dalamnya. Tidak hanya elemen horor saja yang di tampilkan. Ada unsur drama di dalamnya. Kita akan di ajak melihat sisi lain dari setiap karakternya. Hal ini mampu membuat kita simpati terhadap mereka. Bahkan kita juga bisa menilik masa lalu "sosok" yang bernama Diana tersebut. Jujur, di luar dugaan karakter Martin ini terkadang bisa mengeluarkan quote-quote bijak. Sehingga hal ini membuatnya tampak seperti karakter yang dewasa.
Menurut pendapat pribadi, yang menjadi problem terbesar film ini adalah durasinya yang singkat. Kurang lebih 81 menit. Padahal, jika karakternya di-explore lebih dalam lagi akan lebih bagus. Tapi setelah dipikir-pikir kemudian, mungkin si penulis naskah merasa seandainya di panjangkan lagi filmnya akan berpotensi membosankan. Ada benarnya juga sih dan malah tambah mengganggu. Sehingga, hal ini bisa di maklumi. Karakter Bret terkesan hanya sebagai "pembantu" saja.
Suka sekali sama sinematografi film ini. Kameranya bergerak sangat dinamis. Pergerakannya mampu memberikan kengerian yang sama seperti yang dirasakan para karakternya. Membuat kita merasa tidak aman saat dalam kegelapan. Terkadang, kita akan ikut menebak-nebak juga kapan "sosok" seram itu akan muncul. Musiknya turut membuat suasana film ini menjadi tegang. Klimaksnya menjadi hal yang terbaik disini. Kita akan di suguhi bagaimana serunya para karakter menghadapi Diana. Berbagai cara untuk melawannya di tampilkan disini, terutama penggunaan alat-alat seperti senter, lilin, layar HP, percikan senjata api, hingga lampu mobil. Overall, Lights Out - if isn't the best - it's one of the effective horror movie of the year.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar