Sabtu, 12 Mei 2018

The Wind That Shakes the Barley (2006)

Menurut saya, film dengan genre peperangan bersejarah tidak akan pernah kehilangan pesonanya. Selalu ada saja yang bisa dilihat dari penyampaian ceritanya. Entah karena itu bisa menambah wawasan sejarah kita atau mungkin jikalau sejarah yang ditampilkan sudah pernah diadaptasi sebelumnya, akan ada sudut pandang baru yang bisa didapatkan. Seperti film yang akan saya bahas kali ini. Film peperangan juga. Tetapi, ia mengangkat sejarah perang di Irlandia.

Jujur, pengetahuan saya tentang sejarah negara Irlandia adalah nol, alias tidak tahu apa-apa. Jadi, saya mencari sekilas info tentang perang yang menjadi latar belakang film ini sebelum menontonnya. Setelah dirasa cukup, saya memutuskan untuk segera menonton filmnya. Alhasil, saya bisa mengerti apa yang dirasakan oleh para karakternya dan apa yang mereka perjuangkan. Selain itu, wawasan sejarah saya pun bertambah.
Berlatar belakang perang saudara Irlandia tahun 1920-an. The Wind That Shakes the Barley mengisahkan tentang kakak beradik Teddy (Padraic Delaney) dan Damien O'Donovan (Cillian Murphy). Teddy merupakan anggota Irish Republican Army (IRA). Sebuah pasukan gerilya yang bertujuan melawan pasukan Inggris. Kelompok ini menginginkan agar Irlandia bisa menjadi negara yang berdiri sendiri tanpa campur tangan pemerintahan Inggris. 

Damien sendiri seorang lulusan sekolah dokter dan ingin membuka praktek di London. Naas, sebelum berangkat ia harus kehilangan adiknya yang dibunuh oleh tentara Inggris. Kemudian, dia harus melihat petugas stasiun yang dihajar habis-habisan oleh beberapa tentara Inggris. Damien menjadi bertambah kesal dengan pemerintah Inggris. Akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk pergi ke London. Damien memantapkan hatinya untuk bergabung dengan pasukan gerilya bersama kakaknya.
Teddy merupakan gambaran sosok lelaki sejati, berjuang tanpa menyerah, dan selalu berpikir secara rasional. Berbeda dengan Damien yang sepenuhnya idealis dan benar-benar loyal pada kelompoknya. Sifat mereka memang bertolak belakang satu sama lain. Tetapi mereka selalu bisa kompak setiap kali menjalankan misi untuk menyerang pasukan Inggris. Sampai suatu saat muncul konflik yang membuat kebersamaan mereka goyah. Disinilah permasalahan itu muncul.

Konflik tersebut muncul ketika pemerintah Inggris melakukan perjanjian damai dengan parlemen Irlandia. Sudah bisa dipastikan para pejuang kemerdekaan terbelah menjadi dua pihak. Beberapa senang dan puas akan terwujudnya kondisi yang damai. Sebagian lagi merasa kalau hanya taktik Inggris yang penuh tipu daya. Situasi ini juga membuat Teddy dan Damien mulai bersitegang. Sehingga muncul peluang bagi keduanya berhadapan sebagai musuh.
Jika anda kurang paham dengan latar sejarahnya, jangan khawatir, karena Ken Loach selaku sutradara tidak "pelit" terhadap penonton awam. The Wind That Shakes the Barley memanglah mengandung unsur sejarah yang padat. Tetapi, Loach memfokuskan ceritanya kepada studi karakter. Film ini menggunakan sejarah sebagai latar belakang dan penggerak plot. Tanpa mengetahui sejarahnya pun saya rasa tidak apa-apa. Karena hubungan panas-dingin antara Teddy dengan Damien yang disorot.

Ada kalanya kita berpihak kepada Damien. Kita bisa bersimpati atas apa yang sudah ia alami. Sehingga motivasinya agar ingin Irlandia merdeka bisa memberikan dampak emosional bagi kita saat menontonnya. Di satu sisi, kita juga bersimpati kepada Teddy. Ia juga ingin menempuh kemerdekaan, namun dengan tidak mengandalkan kekerasan. Ia yakin kalau suatu kemerdekaan bisa ditempuh dengan cara diplomasi.
Semua itu didukung oleh akting cemerlang baik dari Cillian Murphy dan Padraic Delaney. Keduanya mampu menciptakan chemistry yang luar biasa sebagai kakak-adik. Semua kegelisahan, ketakutan, bahkan kesedihan mampu diterjemahkan dengan baik. Hal ini tentu bukan hal yang teramat sulit bagi Ken Loach - yang jika melihat track record-nya, ia sering memasukkan tema realisme kedalam film-filmnya. Sayangnya, beberapa adegan di film ini terasa dipanjang-panjangkan. Akan lebih baik jika di persingkat sedikit durasinya.

Saya suka dengan film peperangan yang ceritanya punya "hati". Karena menurut saya, kelamnya situasi peperangan akan lebih terasa bukan dari banyak adegan aksi atau ledakan, tetapi jika si pembuat film tersebut mampu membuat kita memikirkan apa yang para karakternya pikirkan dan merasakan pergolakan batin mereka. Selain itu, saya juga suka dengan film perang yang mampu memberikan sudut pandang baru. Pada akhirnya, saya rasa The Wind That Shakes the Barley berhasil melakukannya dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar