Jumat, 01 Juni 2018

Tully (2018)

Pernah mendengar istilah "surga dibawah telapak kaki ibu"? Saya dulu mendengar kalimat tersebut dari guru agama saya sewaktu duduk di sekolah dasar. Mengapa kaki? Karena kaki adalah salah satu bagian tubuh yang digunakan manusia untuk berjalan. Nah, proses bagi seorang ibu untuk mengasuh anaknya dari dalam kandungan sampai dewasa adalah sebuah perjalanan yang berat dan benar-benar menguras tenaga. Itulah mengapa, kita harus benar-benar menghormati ibu kita. Mungkin hal itu yang ingin disampaikan oleh Jason Reitman (Juno, Young Adult, Up in the Air) dalam film terbarunya. Hanya saja, tema tersebut ia bawakan dengan cara yang berbeda.

Film ini menceritakan seorang wanita bernama Marlo (Charlize Theron) yang sedang menunggu kelahiran anak ketiganya. Kita akan tahu kalau kehamilannya kali ini benar-benar tidak direncanakan. Marlo pun tampak pasrah saja ditambah sang suami - Drew (Ron Livingston) kurang memperhatikannya karena sibuk bekerja. Masalah yang dihadapi Marlo sebenarnya sangat berat. Pasalnya, selain merawat sang bayi ketika sudah lahir, ia juga harus merawat salah satu anaknya yang berkebutuhan khusus.
Hampir menyerah dengan situasi yang ia alami, Marlo pun menerima saran adiknya - Craig (Mark Duplass) untuk menyewa night babysitter. Mulanya, ia tidak suka kalau anaknya diurus dengan orang asing. Akhirnya, datanglah Tully (Mackenzie Davis) seorang babysitter yang benar-benar memperbaiki kekacauan yang terjadi. Berkat dirinya, Marlo bisa tidur dengan tenang. Tully yang merupakan gadis muda dengan sifat penuh semangat dan selalu optimis merupakan kebalikan dari Marlo. Tully mengerti sekali situasi yang dihadapi Marlo. Ia pun berusaha menyemangati ibu tiga anak itu. Karena menurut Tully, menjadi seorang ibu adalah anugerah besar yang patut disyukuri.

Ide yang ditawarkan Diablo Cody (Juno, Jennifer's Body, Young Adult) dalam naskahnya sebetulnya cukup sederhana. Tapi yang membuat film ini istimewa adalah bagaimana Cody membuat ceritanya terasa membumi. Baik Reitman dan Cody juga sanggup menyajikan kegiatan mengasuh anak yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Mereka juga sanggup membuat penonton akan peduli dengan keadaan yang dialami para karakternya. Film ini menampilkan rutinitas membosankan Marlo dalam mengurus ketiga anaknya. Namun, berkat penyutradaraan Reitman yang solid, semua itu tidak terasa menjemukan. Ia mampu menyeimbangkan porsi drama dan komedinya tanpa terkesan saling tumpang tindih.
Charlize Theron adalah rockstar disini. Ia benar-benar memainkan Marlo dengan penuh totalitas. Bukti totalitasnya adalah rela menambah bobotnya sebesar 25 kg dan tidak tampil cantik. Theron sanggup menunjukkan sosok ibu yang pasrah namun tetap santai. Hal ini dikuatkan dengan satu adegan yang menunjukkan dirinya tetap santai saat air ketubannya pecah seakan-akan hal itu adalah biasa. Di satu sisi ia mampu menampilkan sosok Marlo yang depresif. Mackenzie Davis juga bermain apik disini. Ia sanggup memberikan penampilan yang energic. Menurut saya, Davis satu-satunya yang mampu membawa positive vibes di saat yang lain tampak depresif. Chemistry yang ia bangun bersama Theron benar-benar luar biasa. Davis juga bisa membuat Tully terlihat seperti Sang Juru Selamat bagi Marlo.

Menurut saya, Tully mengharapkan mereka yang setelah menonton filmnya lebih menghargai perjuangan seorang ibu. Memang film ini menonjolkan perjuangan seorang ibu dalam mengurus anak. Tapi Jason Reitman dan Diablo Cody menampilkan perspektif lain dari tema tersebut. Mungkin di tangan filmmaker lain, Tully akan menjadi sebuah film yang menampilkan sosok ibu mampu mengalahkan segalanya. Namun disini Marlo adalah manusia biasa yang sewaktu-waktu bisa pasrah dengan keadaan. Reitman dan Cody sukses menampilkan itu semua dengan apik. Terakhir, saya pun tidak menduga bahwa akan ada plot-twist di film seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar