Kamis, 24 Mei 2018

Solo: A Star Wars Story (2018)

Siapapun yang kenal dengan franchise Star Wars, pasti kenal dengan karakter bernama Han Solo. Sejak pertama kali diperankan oleh Harrison Ford pada Star Wars Episode IV: A New Hope (1977),  karakter ini langsung disukai oleh para penggemarnya. Kepribadiannya yang bandel dan gokil memang memberikan warna tersendiri pada semesta Star Wars sehingga ia mampu menjadi ikon franchise ini. Namun, dengan total delapan film (sejauh ini), kita masih belum tahu asal usul Han Solo. Maka dari itu, Lucasfilm bersama Disney berusaha membuat film yang menjelaskan masa muda Han terlebih sebelum kejadian di Episode IV. Film ini juga dimasukkan sebagai salah satu seri antologi atau spin-off bersamaan dengan Rogue One yang lebih dulu rilis.

Film ini kurang lebih mengalami kejadian yang sama dengan Rogue One, yakni terjadi masalah pada proses produksinya. Hanya saja ini lebih mengkhawatirkan. Phil Lord dan Christopher Miller (21 & 22 Jump Street, The Lego Movie) selaku sutradara mengundurkan diri dengan alasan: Perbedaan kreatif. Rumornya, Lord dan Miller menyajikan filmnya dengan unsur komedik yang kental. Hal tersebut dirasa "melenceng" oleh para petinggi Disney. Cukup wajar, mengingat track record mereka adalah membuat film-film komedi. Akhirnya, kursi penyutradaraan diambil alih oleh Ron Howard (Rush, A Beautiful Mind, The Da Vinci Code). Masuknya Howard setidaknya memberikan sepercik harapan film ini masih bisa diselamatkan. Meski akhir-akhir ini film beliau terasa kurang dari segi kualitas (*ehem Inferno).
Tidak perlu menunggu lama, film ini langsung dibuka dengan adegan aksi dari Han Solo (Alden Ehrenreich) seorang gelandang dari Planet Corellia yang sedang melarikan diri dari kejaran para bandit lokal. Dalam pelariannya, ia ditemani seorang wanita bernama Qi'ra (Emilia Clarke). Han berhasil lolos, namun Qi'ra tertangkap oleh para bandit. Di situ Han berjanji akan kembali menyelamatkannya setelah berhasil menjadi pilot terbaik di seluruh galaksi. Ia pun memantapkan niatnya mendaftar sebagai calon pilot bagi pihak kekaisaran (Empire).

Nasib sial menimpa Han kembali. Alih-alih menjadi pilot unggulan Empire, ia malah ditempat menjadi "pasukan berani mati" yang harus merasakan horornya peperangan. Di saat-saat gelap seperti itu, ia bertemu dengan kelompok pencuri yang terdiri dari Beckett (Woody Harrelson), Val (Thandie Newton), Rio (Jon Favreau), hingga wookie yang nantinya akan menjadi sahabatnya - Chewbacca (Joonas Suotamo). Han ikut kelompok ini sambil bekerja di bawah bos mafia bernama Vision Dryden (Paul Bettany) untuk mengambil material yang disebut coaxium. Sadar kalau misi yang dijalankan berisiko tinggi, mereka pun merekrut seorang penyelundup - Lando Calrissian (Donald Glover) dan droid-nya - L3 (Pheobe Waller-Bridge).
Di atas kertas cerita yang ditawarkan Solo sangatlah menarik. Kita diajak mengikuti petualangan Han Solo ke berbagai planet. Lengkap dengan kisah pencarian jati diri dan hubungan asmaranya dengan Qi'ra. Naskah yang ditulis oleh Lawrence Kasdan (The Empire Strikes Back, The Force Awakens) dan anaknya - Jonathan Kasdan (The First Time) juga memasukkan berbagai elemen, western dan heist. Mungkin unsur heist-nya yang paling kentara. Karena sejatinya film ini adalah tentang usaha Han Solo dkk merampok sesuatu.

Masalah yang terjadi pada saat proses produksi sepertinya kebawa pada hasil akhirnya. Mengingat karakter Han Solo yang gokil itu saya mengharapkan film yang gila-gilaan dan fun. Nyatanya, film ini terkesan adem ayem. Kurang terasa mengancam bahayanya. Menurut saya, terjadi beberapa inkonsistensi pace dan pengadeganan. Ada kalanya di adegan tertentu di kemas dengan style Howard, sisanya terasa seperti Lord dan Miller. Perbedaan style tersebut tidak terpadu dengan apik tapi tidak bisa dikatakan buruk juga. Karena menurut saya perpindahan adegannya masih enak untuk diikuti. 
Jika anda merasa di tulisan ini berisi foto-fotonya Emilia Clarke doang,
ya mohon maaf, abisnya susah pindah fokus dari dia wkwk
Karakterisasinya pun terasa kurang. Alden Ehrenreich mungkin tidak mirip-mirip amat dengan Harrison Ford. Hal itu sebetulnya bisa dimaklumi jika karakternya dalam naskah mampu dieksplorasi lebih dalam. Sayangnya film ini tidak melakukan hal itu. Problem ini juga berimbas pada karakter-karakter yang lain. Dari segi teknis, film ini masih bisa dikatakan unggul. Musik gubahan John Powell turut mampu membangun suasana tegang filmnya. Powell juga meletakkan sedikit tribute kepada milik komposer seri utama Star Wars - John Williams. Sinematografi arahan Bradford Young (Arrival, Selma) juga mampu menciptakan shot-shot yang keren.

Terlepas dari beberapa kekurangannya, entah kenapa - menurut saya, Solo masih menghibur. Jujur, saya menikmati setiap adegan aksinya. Sejauh ini, Solo adalah film Star Wars teringan yang pernah saya tonton. Plotnya cukup sederhana, tidak sampai mengernyitkan dahi. Setidaknya, film ini sudah memberikan informasi yang cukup tentang masa lalu Han Solo. Mulai bagaimana ia bisa kenal dengan Chewie dan Lando sampai akhirnya kenapa ia bisa berada di Planet Tatooine sebagaimana yang ditampilkan pada Episode IV. Sepertinya saya harus nonton lagi kapan-kapan. Karena terlalu fokus dengan Mbak Emilia Clarke :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar