Sabtu, 10 Desember 2016

Fantastic Beasts and Where to Find Them (2016)

Harry Potter, Harry Potter, Harry Potter. Bukan sebuah nama yang asing lagi. Ya, kisah tentang bocah penyihir rekaan tante J.K. Rowling tersebut langsung menjadi fenomenal saat novelnya terbit. Di tambah pada tahun 2001 Chris Colombus membawa kisahnya lebih besar lagi ke dalam medium film. Harry Potter and the Sorcerer's Stone langsung menuai pujian dari penikmat film dan pembaca setia novelnya pada waktu itu. Kesuksesan itu membuat Warner Bros juga mengadaptasi seri-seri selanjutnya dan hasilnya sama-sama sukses. Sulit untuk tidak mengatakan kalau Harry Potter adalah salah satu franchise terbaik sepanjang masa. Di dukung juga oleh raihan box office-nya yang luar biasa. Jujur, ada rasa sedih tatkala novel maupun filmnya akan berakhir pada seri ketujuh. Artinya, kita tidak akan bertemu dengan Harry Potter dan teman-temannya lagi.

Beberapa tahun setelah berakhirnya Deathly Hallows, J.K. Rowling dan pihak Warner Bros memberikan surprise kepada fans Harry Potter. Yaitu akan ada spin-off Harry Potter yang berjudul Fantastic Beasts and Where to Find Them. Fantastic Beast sendiri merupakan buku pelajaran bagi murid Hogwarts. Berisikan tentang makhluk-makhluk magis. Buku ini di tulis oleh Newt Scamander yang nantinya menjadi lakon utama film ini. Yang menjadi pertanyaan adalah bisakah sebuah buku pelajaran di jadikan sebuah film panjang? Terlebih buku tersebut cuma berisi sekedar informasi tanpa ada cerita di dalamnya. Tentu ini adalah tugas berat bagi J.K. Rowling dalam debut-nya sebagai penulis naskah. Film ini kembali di sutradarai oleh David Yates (Harry Potter 5-7) yang sudah berpengalaman membawa dunia magis Harry Potter ke versi filmnya.
Pada tahun 1926 seorang magizoologist bernama Newt Scamander (Eddie Redmayne) tiba di kota New York. Pada saat yang bersamaan juga terjadi konflik antara kaum penyihir dengan kaum No-Maj (sebutan Muggle di Amerika). Kaum No-Maj di wakili oleh Mary (Samantha Morton) yang ingin mengungkap keberadaan para penyihir dan memusnahkan mereka semua. Karena ia anggap mereka adalah ancaman. Situasi semakin pelik ketika koper Newt yang berisi hewan-hewan sihir tertukar dengan milik Jacob Kowalski (Dan Fogler) - tak lain adalah seorang No-Maj. Alhasil, beberapa hewan milik Newt berhasil kabur. Ada Tina (Katherine Waterston) seorang anggota kongres penyihir Amerika yang melihat kejadian ini. Bersama, mereka harus menangkap hewan-hewan tersebut sebelum mengacaukan seisi kota. Selain itu, ada sosok kekuatan sihir jahat yang sedang mengancam datang.
Senang rasanya karena David Yates masih belum kehilangan sentuhannya untuk menyajikan dunia Harry Potter ke dalam filmnya. Berbekal pernah menyutradarai empat seri terakhirnya, bisa di bilang ia sudah menguasai seluk beluk dunia magis Harry Potter. Begitu juga dengan J.K Rowling. Rowling - sang empunya cerita - tak tampak kesulitan untuk membuat ceritanya. Keputusan yang tepat untuk membawa ceritanya sebagai sejarah dari terciptanya buku Fantastic Beasts itu sendiri. Film ini menceritakan asal usul bagaimana Newt menulis sebuah buku yang nanti akan menjadi pedoman bagi murid-murid Hogwarts. Keputusan yang tepat. Rowling tahu bukunya ini tidak punya dasar cerita yang kuat. Ia sukses dalam melebarkan dunia ciptaannya. Bagi penggemar seri Harry Potter akan merasa termanjakan. Ada rasa nostalgia di dalamnya. Selain itu, Rowling sepertinya juga menyelipkan social satire ke dalam ceritanya. Ketegangan antara kaum penyihir dengan kaum No-Maj adalah salah satunya. Mungkin jika di dunia nyata, ketegangan yang menyangkut masalah ras, agama, dan lain-lain adalah contoh yang mendekati.
Eddie Redmayne yang di dapuk menjadi peran utama membawakan seorang Newt yang aneh, nyentrik, kikuk, dan intovert. Hal tersebut menjadikannya pribadi yang menarik. Patut di sayangkan, karakter Newt ini tidak punya pendalaman karakter yang lebih dalam. Ini membuatnya sulit untuk menarik simpati penonton film ini. I think he lacks of emotion. Paling asyik cuma waktu melihat dia menangkap hewan-hewan miliknya yang kabur. Katharine Waterston terasa hanya sekedar side-kick bagi sang lakon utama. Meskipun di beberapa bagian ia menunjukkan kapabilitas aktingnya dengan baik. Tepuk tangan sebenarnya layak di berikan kepada Dan Fogler sebagai Jacob Kowalski. Sepertinya ia adalah satu-satunya karakter yang berperasaan. Kowalski yang merupakan No-Maj mungkin adalah representasi kita sebagai penonton yang merupakan manusia biasa. Kowalski awalnya tidak tahu apa-apa dan setiap tindakannya cenderung konyol. Namun, seiring filmnya berjalan ia mampu menjadi karakter yang juga punya peran penting dalam membantu pekerjaan Newt untuk menangkap hewan-hewan tersebut. Siapa coba yang bisa melupakan adegan hujan di penghujung filmnya? Ezra Miller (dengan rambut konyolnya itu) sukses menjadi karakter menyimpan banyak kejutan. Kemudian Colin Farrell, well - I just wanna see him more in this movie, that's all.
Ezra Miller with his silly haircut. But damn, I liked his character...
Aspek visual adalah keunggulan utama film ini. Pembuka film ini dengan iringan musik khas Harry Potter sudah menjadi pertanda film ini akan mengasyikkan. Di film ini kita bisa melihat bagaimana New York pada tahun 1920-an. Mulai dari kendaraan, dekorasi, pakaian, musik, dan sebagainya. Film ini mencapai taraf seru-serunya saat Newt dan kawan-kawan memburu hewan-hewan yang kabur itu (seperti berburu monster di Pokemon Go). Asyik rasanya melihat bagaimana mereka menangkap hewan-hewan itu dengan cara yang unik dan berbeda-beda. Since I watched this movie in IMAX 3D, I must say that this format made this movie even better in visual aspect. Meskipun film di-shot dengan aspect ratio 2.35:1, David Yates tidak lupa memasukkan banyak efek popped-up di film ini. Jadi ada beberapa adegan seperti salah satu hewan Newt yang terbang keluar dari layar, tangan Colin Farrell yang keluar layar seakan-akan menujuk kearah kita, efek sihir yang muncrat keluar layar, dan lain-lain. Hal itu membuatnya menjadi sajian 3D terbaik setelah Ghostbusters-nya Paul Feig.
I never thought that a fictional text-book for Hogwarts students can be such an entertaining movie. Although, I felt annoyed with Newt's characteristic. I must admit that he is very unique. But, Kowalski is the good character in here. I think he is the only character who has a heart. I never forget that "rain scene" near the ending. If I were a sentimental guy, maybe I would cry. The IMAX 3D presentation was amazing. All I can say is that this is an entertaining movie. I just can't wait for a sequel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar