Kamis, 09 Agustus 2018

Sebelum Iblis Menjemput (2018)

Se-pengamatan saya, selama rentang 2017 - 2018 sepertinya film horor buatan negeri sendiri sedang mengalami peningkatan, entah itu dari ceritanya maupun dari segi production value-nya. Mungkin yang paling diingat adalah rilisnya Pengabdi Setan milik Joko Anwar tahun lalu. Dinilai membawa dampak seakan-akan berhasil mengembalikan kepercayaan penonton kita terhadap perkembangan perfilman Indonesia, khusus terhadap genre horor. Di Indonesia, horor merupakan salah satu genre yang paling diminati oleh penonton kita. Saya kurang paham apa sebabnya. Menurut saya, mungkin karena sebagian penduduk di sini masih percaya kepada hal-hal yang berbau mistis atau takhayul. Sehingga, film horor bisa dikatakan relatable dengan mereka.

Sebelum Iblis Menjemput (SIM) disutradarai oleh Timo Tjahjanto. Ini keempat kalinya saya menonton film dari beliau setelah Rumah Dara, Killers, dan Safe Haven yang merupakan segmen ketiga di film V/H/S/2 (saya belum nonton Headshot). Bedanya, ketiga judul tersebut beliau sutradarai bersama Kimo Stamboel atau mereka biasa disebut dengan The Mo Brothers. Bagi yang familiar dengan film-film Timo sebelumnya, mungkin sudah bisa memperkirakan kalau film ini akan menjadi tontonan yang gila dan berdarah-darah.
Lesmana (Ray Sahetapy) adalah seorang pengusaha yang sukses. Namun, suatu kejadian membuatnya jatuh bangkrut sampai-sampai dia jatuh sakit karena menderita penyakit yang misterius. Lesmana bukanlah tipe ayah atau suami teladan. Dia tega meninggalkan istri dan putrinya - Alfie (Chelsea Islan). Tak lama kemudian, istrinya bunuh diri. Lesmana menikah lagi dengan Laksmi (Karina Suwandi). Bersama Laksmi, Lesmana memiliki tiga anak, yaitu Maya (Pevita Pearce), Ruben (Samo Rafael), dan Nara (Hadijah Shahab). Diam-diam, Laksmi punya rencana untuk menjual beberapa aset yang sekiranya mampu menghasilkan banyak uang. Dia mengajak ketiga anaknya ke villa milik Lesmana. Alfie pun juga berada di sana. Mereka semua tidak sadar kalau ada "sesuatu" yang jahat sedang menunggu di villa itu.

To be honest, SIM memiliki plot yang sudah sering saya temui di film-film dengan tema sejenis. Entah kenapa, selama menonton film ini saya tidak henti-hentinya membandingkan film ini dengan The Evil Dead punya Sam Raimi. Saya tidak bisa menjelaskannya secara lebih karena bisa berpotensi spoiler. Meskipun demikian, Timo (yang juga menulis ceritanya) masih mampu memberikan perspektif baru dalam film teranyarnya ini. Lewat SIM, saya merasa kalau skill penyutradaraan Timo mengalami peningkatan dari film-film beliau sebelumnya. Timo mengerti betul kapan dia harus menakuti penontonnya dan kapan dia harus berhenti sejenak sebelum memberikan kengerian yang lain. Beliau juga mampu menberikan sebuah tontonan yang menghibur dan tidak membosankan.
Susah sekali mendiskusikan film ini tanpa membahas penampilan dua aktris utamanya. Siapa lagi kalau bukan Chelsea Islan dan Pevita Pearce. Keduanya sukses memberikan performa yang luar biasa lewat film ini. Chelsea mampu menunjukkan emosinya dengan baik. Saya turut mampu merasakan kengerian yang sedang dia rasakan di dalam film. Di saat yang sama, Pevita sukses memberikan penampilannya yang paling gila lewat film ini. Sebuah penampilan yang mungkin sanggup membuat saya susah tidur (terdengar berlebihan memang). Bagi pemeran yang lain, walau tidak se-dominan Chelsea maupun Pevita, masih bisa memberikan karakterisasi yang baik. Kehadiran mereka tidak sekedar lewat saja. Villain-nya sendiri menurut saya cukup menarik. Keberadaannya terasa mengancam dan mengintimidasi.

Saya kagum dengan bagian teknis dari film ini. Sinematografi yang dinamis arahan Batara Goempar mampu membantu menciptakan suasana yang mencekam bagi film ini dengan memasukkan berbagai shot maupun angle yang unik ke dalamnya. Begitupun juga dengan musik gubahan Fajar Yuskemal. Musiknya mengingatkan saya kepada film-film horor tahun 1970-1980 an. Menurut saya, SIM akan terasa lebih efektif jika memiliki durasi beberapa menit lebih singkat. Ada kalanya, film ini terlalu lama dalam membangun momentum. Untungnya, masih terasa mengejutkan. Overall, film ini mungkin tidak terlalu menakutkan buat saya. Tapi saya masih suka karena Sebelum Iblis Menjemput mampu menjadi sebuah film yang sangat menghibur dan tidak membosankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar