Sabtu, 13 Mei 2017

Le Samouraï (1967)

Terkadang ada rasa bahagia yang muncul saat saya menemukan film yang sebelum ditonton saya sudah berekspetasi cukup tinggi, namun saat menontonnya film itu melebihi ekspetasi awal saya. Le Samourai karya Jean-Pierre Melville adalah salah satunya. Awal mula saya tahu film ini adalah ketika saya butuh referensi film Perancis yang bagus. Mungkin seperti orang lain kebanyakan, saya browsing list-list film Perancis yang masuk kategori bagus. Ada satu judul yang menarik perhatian saya, yakni Le Samourai. Di sana film ini dikatakan sangat berpengaruh dalam dunia perfilman. Bahkan film ini sampai memberi influence yang kuat kepada beberapa sutradara kondang, macam Martin Scorsese, John Woo, Nicolas Winding Refn, hingga Quentin Tarantino. Tanpa berpikir panjang, saya langsung mencari filmnya dan menontonnya. Saya sengaja tidak membaca sinopsisnya terlebih dahulu. Karena saya merasa "the less you know, the better".
Film dibuka dengan adegan yang bertempat di sebuah kamar. Awalnya saya merasa hanya melihat sebuah kamar kosong. Setelah memperhatikan betul-betul, ada seorang pria diatas tempat tidur. Pria itu sedang bersiap-siap untuk pergi menuju ke suatu tempat. Pria itu keluar menuju jalanan. Kemudian ia mencuri mobil. Beberapa saat kemudian ia tiba di sebuah hotel untuk menemui seorang wanita bernama Jane (Nathalie Delon). Pada saat itulah kita tahu kalau pria itu bernama Jef Costello (Alain Delon). Jef melanjutkan perjalanannya menuju sebuah klub malam untuk membunuh pemilik klub tersebut. Di sini kita akan tahu kalau Jef adalah seorang pembunuh bayaran. Sayangnya, ia terlihat oleh beberapa saksi. Namun saksi-saksi itu sulit untuk mengidentifikasi kalau Jef pelakunya. Hal tersebut sedikit menguntungkan Jef.
Le Samourai adalah film pertama yang saya tonton dari sutradara Jean-Pierre Melville. Sejak masuk adegan pertama, saya berhasil dibuat jatuh cinta dengan pengemasannya. Di awal film terdapat tulisan yang kira-kira terjemahannya seperti ini, "Tidak ada yang bisa melebihi kesendirian seorang samurai, kecuali mungkin kesendirian yang dirasakan oleh harimau di hutan". Saya mengganggap Melville menerapkan mitologi dan budaya samurai ke dalam filmnya. Sedikit info, kritikus Roger Ebert sempat kecewa saat ia tahu kalau tulisan tersebut murni buatan Melville. Bukan berasal dari Bushido (Kitab Samurai) sebagaimana yang tertera pada awal film. Meski begitu, Ebert masih memujinya dan memasukkan film ini ke dalam daftar "Great Movie" miliknya.
Menurut saya, inti dari film ini secara keseluruhan adalah mengenai sebuah proses. Sepertinya, Melville senang sekali dengan yang namanya berproses. Sedari awal, kita diperlihatkan bagaimana rutinitas Jef Costello sehari-hari. Bagaimana ia melaksanakan misinya - divisualisasikan oleh Melville dengan cukup rinci. Mulai dari Jef berada di kamarnya sampai ia selesai menjalankan misinya. Seperti yang bilang di paragraf sebelumnya, Melville benar-benar menerapkan budaya samurai pada karakter Jef Costello. Jef adalah orang yang benar-benar menjunjung tinggi prinsip. Ia lebih mementingkan kehormatan atau etika ketimbang uang. Hal tersebut membuat saya merasa kalau Jef adalah karakter yang memiliki kepribadian unik dan cool. Jef mungkin adalah salah satu karakter terbaik yang pernah saya saksikan dalam sebuah film. Semua berkat penampilan luar biasa dari seorang Alain Delon. Meski beliau cuma dapat sedikit dialog, namun saya mampu menangkap semua yang ia rasakan melalui ekspresi wajahnya.
Konflik utama dari Le Samourai sebetulnya adalah usaha Jef melarikan diri dari kejaran pihak kepolisian yang mencurigainya, namun tidak memiliki bukti yang kuat. Di film ini nuansa suspense-nya terasa sekali. Kita mungkin tahu bagaimana akhirnya. Namun kita masih merasa was-was terhadap apa yang akan terjadi. Ambil contoh adegan yang menampilkan Jef yang akan pergi ke suatu tempat. Tiba-tiba ia dibuntuti oleh beberapa polisi yang menyamar. Saat ia sadar kalau sedang diikuti, Jef berlari dan berusaha mengelabuhi polisi-polisi itu. Adegan tersebut terasa intense sekali. Saya suka film ini karena ia bisa mengubah ceritanya yang sangat sederhana pada awalnya, kemudian perlahan-lahan menjadi kompleks seiring berjalannya film tanpa terasa ujug-ujug.
Susah membicarakan film ini tanpa menyinggung sinematografi arahan Henry Decae. Decae sanggup menyajikan gambar yang punya gloomy-gloomy gimana gitu. Pergerakan kameranya pun mampu ikut membangun suspense-nya. Musik gubahan Francois de Roubaix mungkin tidak banyak muncul. Namun setiap kemunculannya terasa efektif dan sesuai dengan suasana filmnya yang sepi. Selain itu, film ini mengajarkan saya banyak hal mengenai filmmaking. Mulai dari pengembangan cerita, karakterisasi tokoh, sinematografi, dan lain-lain. Menonton Le Samourai seperti menonton "How to Make a Great Film in 105 Minutes Only". Hanya seorang "master" yang bisa membuat film hebat seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar