Minggu, 12 Maret 2017

Silence (2016)

Setelah menunggu sekian lama, akhirnya film ini tayang di bioskop Indonesia. Sebenernya sih sudah sempet tayang midnight beberapa waktu lalu. Namun, karena waktu itu saya ketiduran akhirnya tidak jadi menonton Silence. Hal itu membuat saya harus menunggu sampai film ini tayang secara reguler. Akhirnya penantian saya terbayar sudah. Saya berhasil menonton film ini. Oke, kita akan bahas tentang film ini. Silence merupakan passion project dari Martin Scorsese (Taxi Driver, Raging Bull, Goodfellas) sejak lama. Scorsese sudah merencanakan film ini sejak awal 1990-an. Namun, karena berbagai kendala film urung untuk di produksi. Penantian Scorsese terbayar sudah (sama seperti saya yang menunggu kepastian film ini tayang di Indonesia), butuh kurang lebih 28 tahun akhirnya film ini di produksi dan menjadi film terbarunya setelah The Wolf of Wall Street (2013). Naskahnya di tulis oleh Scorsese sendiri di bantu oleh Jay Cocks (The Age of Innocence, Gangs of New York) berdasarkan novel dengan judul yang sama oleh Shusaku Endo. Silence merupakan film ketiga dengan tema religi dari Scorsese setelah The Last Temptation of Christ (1988) dan Kundun (1997).
Silence memasang tiga aktor kelas A yakni Andrew Garfield (The Social Network, The Amazing Spider-Man), Adam Driver (Star Wars VII), dan Liam Neeson (Batman Begins, Taken). Awalnya sempet ragu Silence bakal tayang di Indonesia. Mengingat filmnya yang mengangkat tema yang cukup sensitif, yaitu mengenai agama. Lihat saja Noah (2014) yang tidak tayang di sini. In my opinion, agama merupakan topik yang sulit untuk di bawakan ke dalam medium film. Peluangnya kecil untuk sukses di box office, kecuali Ben-Hur (1959). Jika ada salah-salah dalam presentasinya, bisa jadi bakal mendapat protes besar-besaran dari suatu kaum agama yang bersangkutan bilamana isinya di anggap menyinggung. Kita ambil contoh filmnya Scorsese yang berjudul The Last Temptation of Christ (1988). Film itu mengisahkan kehidupan Yesus namun berbeda jauh dari Alkitab. Hasilnya, film itu mendapat kecaman keras dari berbagai pihak. Although I must admit that movie is masterpiece. Mungkin Scorsese sudah belajar dari kesalahannya di film itu. Dalam Silence, Scorsese berhasil membawa filmnya ke cakupan yang lebih universal. Meski filmnya sendiri terdapat unsur kekristenan yang kental.
Mengambil latar tempat di Jepang pada tahun 1600-an. Di film ini, Scorsese tidak tanggung-tanggung. Ia langsung menampilkan seperti apa rupa neraka yang penonton akan rasakan sepanjang durasi nanti. Film di buka dengan daerah pegunungan Nagasaki yang di penuhi dengan kabut tebal. Lengkap dengan pemandangan potongan kepala manusia dan beberapa orang kristen Jepang yang sedang di siksa oleh para Inquisitor. Di tengah kerumunan itu ada seorang pendeta bernama Father Ferreira (Liam Neeson) yang di paksa untuk melihat para pengikutnya di siksa habis-habisan. Kemudian kisahnya bergulir beberapa tahun setelahnya. Father Sebastiao Rodrigues (Andrew Garfield) dan Father Francisco Garupe (Adam Driver) mendapat kabar bahwa Father Ferreira - guru mereka - menghilang. Tidak itu saja, ada gosip yang mengatakan bahwa guru mereka telah murtad untuk menyelamatkan diri dari siksaan para Inquisitor. Tentu saja dua pendeta tersebut tidak percaya begitu saja. Mereka menganggapnya fitnah. Karena mereka menganggap Father Ferreira memiliki keteguhan iman lebih kuat ketimbang mereka. Tidak peduli dengan keadaan Jepang yang mencekam, Father Rodrigues dan Father Garupe nekad pergi berbekal keyakinan kalau sang guru berada di suatu tempat dengan bantuan nelayan pemabuk bernama Kichijiro (Yosuke Kubozuka). Apabila gosip itu terbukti benar, mereka siap untuk mengembalikan sang guru ke jalan yang benar. Setibanya di Jepang, mereka di hadapkan dengan sesuatu yang di luar perkiraan mereka.
Berhasilkah mereka menemukan Father Ferreira? Akankah iman mereka akan ikut tergoyahkan saat melihat berbagai siksaan yang di lakukan oleh para Inquisitor? Silahkan nonton untuk mencari sendiri jawabannya. Silence adalah sebuah film yang asyik untuk di diskusikan setelah menontonnya. Mungkin akan lebih mengena jika kalian berniat menontonnya ulang. Saat di pikirkan betul-betul, saya mulai merasa bahwa Silence bukanlah sebuah film tetapi sebuah pengalaman. Silence isn't just merely a movie, it's an experience. I think it's a spiritual experience. In some parts, I feel this movie is a psychological drama and a little bit horror. Menonton Silence laksana mengikuti mata kuliah agama dan psikologi sekaligus sebanyak 3 SKS. Dan Martin Scorsese adalah dosen kalian. Ia memberikan sebuah kuliah agama yang berbeda dari sebelumnya. Sebuah kuliah yang kurang ajar "jleb-nya" bagi pikiran kalian dan membuat kalian merenung setelah mengikuti kuliah tersebut. Sebuah kuliah yang di ibaratkan sebuah tangan yang menamparmu terus-menerus sampai filmnya habis. Dalam kuliah itu, Scorsese juga menyelipkan unsur-unsur psikologis di dalamnya. Sehingga Silence bisa di katakan sebagai sebuah studi karakter. Seandainya bukan agama Kristen yang di tampilkan, film ini akan tetap menjadi film yang sama seperti sebagaimana mestinya. Pada dasarnya, ini bukan film tentang agama. Ini tentang keyakinan manusia itu sendiri. Dan bagaimana manusia itu mempertahankan apa yang ia yakini. Hal ini membuat Silence tidak terbatas untuk agama tertentu.
Berbagai permasalahan sudah di hadapi oleh Father Rodrigues dan Father Garupe sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Jepang. Mereka harus melayani umatnya dan beribadah secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan para Inquisitor. Mereka - para kirishitan (sebutan bagi umat kristen Jepang) - akhirnya sadar bahwa cepat atau lambat mereka akan ketahuan. Beberapa orang sepakat untuk menyerahkan diri agar para Inquisitor tidak menangkap Rodrigues dan Garupe. Mereka yang ketahuan beragama Kristen akan di paksa menginjak gambar Yesus oleh Inquisitor. Jika menolak, mereka akan di siksa habis-habisan. Di sini kita sebagai penonton di tampilkan sebuah fenomena. Di mana opini kita akan terpecah belah. Pertama, mereka yang mengorbankan diri atau rela dirinya di siksa secara kejam patut di puji setinggi-tingginya karena mereka telah menjadi seorang Kristen sejati. Di satu sisi kita akan merasa kebingungan. Apakah mereka berkorban karena ketaatannya kepada Tuhan atau mereka sekedar berkorban untuk Father Rodrigues dan Father Garupe. Jikalau mereka berkorban demi dua pendeta itu, bukankah mereka hanya mati konyol atau sia-sia? Silence melemparkan berbagai pertanyaan kepada penonton sekaligus memberikan jawabannya. Meski terkadang, jawaban itu muncul dengan cara yang menyakitkan.
Kekuatan film ini salah satunya datang dari divisi akting. Andrew Garfield berhasil akting yang luar biasa sebagai Father Rodrigues. Melihat aktingnya di Never Let Me Go, The Social Network, serta The Amazing Spider-Man, bisa di katakan Garfield mengalami perkembangan yang lumayan baik dari segi akting. I think - saat ia membintangi Hacksaw Ridge, Garfield kini sudah menjadi aktor watak. The funny thing is - Hacksaw Ridge dan Silence memiliki satu kesamaan. Pada dua film itu Garfield memerankan sosok Kristen yang taat atau relijius. Garfield mampu menampilkan sosok Rodrigues yang taat agama pada awalnya. Namun setibanya di Jepang, perlahan ia menjadi manusia yang rapuh, galau, dan goyah imannya. Mungkin kita sebagai penonton ada kalanya menganggap ia sedikit gila karena ideologi-ideologinya. Rodrigues merupakan contoh bahwa se-relijius apapun seseorang, ia bisa saja menjadi tak berdaya ketika mendapatkan cobaan bertubi-tubi. Adam Driver sebagai Father Garupe kurang lebih sama dengan Andrew Garfield. Hanya saja Garfield lebih dominan ketimbang Driver. Meski tampil singkat, Father Ferreira yang di perankan Liam Neeson adalah salah satu hal terbaik dari film ini. Terlebih ambiguitas moralnya yang mungkin bisa menjadi jawaban atas pertanyaan yang di sajikan Silence. Not to mention Yosuke Kubozuka as Kichijiro. Kichijiro adalah representasi manusia yang berbuat salah, bertobat, kemudian berbuat salah lagi. Sebenernya susah menentukan siapa yang benar atau salah. Karena mereka semua punya motivasi sendiri-sendiri.
Sinematografi arahan Rodrigo Prieto (Passengers, Argo, Brokeback Mountain) sukses untuk turut membangun suasana mencekam film ini. Prieto berhasil menangkap landscape alam liar Jepang yang indah nan sunyi. Kesunyian tersebut di selimuti oleh berbagai misteri. Entah kenapa, terkesan sedikit ironis. Alam Jepang yang indah itu sesungguhnya merupakan "neraka" bagi umat kristiani Jepang dan para pendeta Portugis itu. Silence menawarkan sebuah "neraka" dengan tampilan pemandangan yang indah dan memanjakan mata para penontonnya. Menurut saya ada beberapa bagian terasa di panjangkan, padahal jika sedikit di pangkas tidak akan melukai filmnya. Satu lagi, yakni para aktornya yang berperan sebagai pendeta. Mereka kurang meyakinkan sebagai seorang dengan aksen Portugis. Mereka seperti berbicara dengan aksen masing-masing. Tetapi dua hal itu bukan masalah yang berarti. Karena penuturan kisahnya yang solid mampu menutupi kekurangan itu.
Me after watching Silence...
Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, Silence bukanlah sekedar film melainkan sebuah pengalaman. Sebuah film yang tidak hanya untuk di tonton saja. Namun harus di rasakan dan di resapi. Jika kalian melakukannya saat menonton film ini., di jamin kalian akan merasakan suatu keterikatan emosional dengan film ini. Actually, I still confused. Why this movie didn't get "Best Picture" nomination in Academy Awards. And Andrew Garfield should won an Oscar for his acting in this movie. Menonton Silence ibarat mengerjakan suatu ujian. Kita bisa mengerjakannya dengan baik dan yakin menjawab semuanya dengan benar. Ujian tersebut belum di periksa oleh Si Pengoreksi. Namun, orang-orang di sekitar kita bilang kalau ujian yang kita kerjakan itu salah semua. Kita tetep yakin jawabannya benar semua. Tetapi orang-orang tetep ngotot kalau jawaban kita itu salah. Lama-kelamaan kita mulai resah tentang mana yang benar dan yang salah. Kita sudah tidak peduli dengan ujiannya. Hanya mempedulikan mana yang benar dan salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar