Sabtu, 15 April 2017

The Fate of the Furious (2017)

Bagi saya Fast & Furious adalah salah satu franchise terbesar yang dimiliki Hollywood saat ini. Bolehlah kita menyandingkannya dengan franchise lain macam James Bond, Mission Impossible, atau Marvel Cinematic Universe. Ada satu hal yang saya suka dari franchise ini. Sejak kemunculan pertamanya lewat The Fast and the Furious 16 tahun silam, yang mulanya bercerita soal balapan jalan kemudian berganti tema pada Fast Five (2011). Ia berubah menjadi sebuah heist movie. Perubahan tersebut ternyata membawa dampak yang baik. Sampai pada Furious 7 (2015) dengan isu kemajuan teknologi masa kini, this franchise is getting better and better. Franchise ini sempat dirundung masalah tatkala Paul Walker meninggal dunia. Sepertinya hal tersebut tidak menghalangi franchise ini untuk terus berkembang. Toh, sekarang kita bisa menikmati filmnya yang kedelapan. Saya sempat khawatir apakah dengan absennya Alm. Paul Walker film ini masih bisa seru. Nyatanya, film ini semakin seru dan lebih gila dari sebelumnya.
Dominic Toretto (Vin Diesel) dan Letty (Michelle Rodriguez) tengah berbulan madu di Kuba. Ketenangan mereka terganggu saat seorang teroris cyber bernama Cipher (Charlize Theron) muncul di hadapan Dom. Ia membuat Dom terpaksa untuk mengkhianati keluarganya. Cipher berencana mencuri sebuah alat yang bisa memicu bom nuklir. Dom dirasa sebagai orang yang tepat untuk membantunya. Mengetahui bahwa Cipher dan Dom akan membawa bahaya yang besar, Agen Hobbs (The Rock) berniat untuk menggagalkan rencana mereka. Ia juga di bantu oleh "mantan" keluarga Dom seperti Letty, Roman (Tyrese Gibson), Tej (Chris 'Ludacris' Bridges), dan Ramsey (Nathalie Emmanuel). Tak hanya itu Mr. Nobody (Kurt Russell) dan anak didiknya - Little Nobody (Scott Eastwood) juga ikut andil. Deckard Shaw (Jason Statham) yang sebelumnya menjadi antagonis di Furious 7, diminta bantuannya dalam menangkap Cipher.
Fast & Furious seakan-akan menegaskan kalau franchise ini mampu berbuat sesuka hati. Mulai gelaran aksinya yang brainless dan over the top, pergantian pihak karakternya, hingga menghidupkan karakter yang sudah mati. The Fate of the Furious pun masih menjaga beberapa tradisi pendahulunya. Di Fast Five terdapat adegan menyeret brankas, Furious 6 dengan adegan Dom menangkap Letty dan mendarat epic diatas mobil, hingga Furious 7 di mana Dom dan Brian berada dalam mobil yang meloncat dari gedung ke gedung. Film ini punya aksi yang lebih gila lagi. Sebut saja seperti "wrecking ball" di awal durasi, mobil-mobil "zombie" di New York, hingga dikejar kapal selam di Rusia. Semuanya adalah serangkaian adegan aksi tanpa otak yang menanggalkan logika dan hukum fisika. Anehnya saya suka sekali dengan semua adegan aksi ala-ala film kelas B tersebut. The Fate of the Furious sepertinya menganut paham "bigger and louder are better".
Saya setuju apabila Chris Morgan - selaku penulis naskah berhasil dalam menyajikan serentetan adegan aksi yang memukau. Tapi di satu sisi saya merasa film ini kehilangan daya tariknya tatkala beralih ke adegan drama. Dramanya terasa biasa saja. Saya hampir tidak merasakan keterikatan emosional pada setiap karakternya. Perubahan antagonis ke protagonis dari Deckard pun terasa ujug-ujug. Tapi setelah saya pikir-pikir buat apa kita nonton Fast & Furious kalau mencari drama. Nikmati saja sajian gila-gilaan yang di film ini. Mencari drama dalam Fast & Furious ibarat nyari spaghetti di warung masakan Padang. Untungnya kekurangan tersebut bisa tertutupi dengan guyonan yang di lontarkan oleh Roman-Tej, Roman-Little Nobody, Deckard-Magdalene (Helen Mirren), dan Hobbs-Deckard. Namun bagi saya love-hate relationship dari Hobbs-Deckard lah yang terbaik. Bagimana mereka saling lempar ejekan menggunakan referensi dari film pendahulunya. Jokes tersebut mengena sekali bagi saya.
Saya menonton film ini dalam 4DX. Menurut saya, efek 4D yang di tampilkan sudah baik. Sehingga kesan nyata pun didapatkan saat menonton film ini. Efeknya sangat terasa sekali saat masuk ke adegan aksi. Saya sangat merekomendasikan untuk menontonnya dalam format ini atau IMAX 3D. Penyutradaraan dari F. Gary Gray (The Italian Job, Straight Outta Compton) mungkin tidak seimpresif Justin Lin atau James Wan. Tetapi sepertinya Gray paham betul bagaimana caranya membuat hiburan yang berkualitas. Lengkap dengan tribute halus bagi Alm. Paul Walker di ending-nya. The Fate of the Furious mungkin bukan seri terbaik dari franchise ini. Namun jelas - ini adalah seri yang paling menghibur bagi saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar